KHAZANAH, RISALAH17.ID – Penyedia jasa penukaran uang kerap kali bermunculan ketika mendekati lebaran, keberadaannya cukup membantu masyarakat yang membutuhkan jasa mereka.
Menurut sebagian orang praktik jasa penukaran uang ini dianggap menormalisasikan praktik riba yang dinilai lebih berat dosanya daripada zina, sehingga keberaadannya cukup menuai polemik di masyarakat.
Bagaimana hukumnya, dan bagaimana pendapat para ulama?
Dalam artikel berjudul ‘Hukum Menukar Uang Saat Lebaran’ Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), Alhafiz Kurniawan menjelaskan, jika yang dilihat dari praktik penukaran uang itu (ma’qud ‘alaih) adalah uangnya, maka penukaran uang dengan kelebihan jumlah tertentu jelas haram karena praktik ini terbilang kategori riba.
“Tetapi kalau yang dilihat dari praktik penukaran uang ini (ma’qud ‘alaih) adalah jasa orang yang menyediakan jasa, maka praktik penukaran uang dengan kelebihan tertentu mubah menurut syariat karena praktik ini terbilang kategori ijarah (sewa),” katanya dilansir dari nu.or.id, Senin, (03/04/2023).
Ijarah yang dimaksud adalah sejenis dengan jual beli sehingga tidak termasuk kategori riba. keterangan ini merujuk pada kitab Fathul Mujibil Qarib, cetakan pertama, halaman 123.
والإجارة في الحقيقة بيع إلا أنها قابلة للتأقيت وأن المبيع فيها ليست عينا من الأعيان بل منفعة من المنافع إما منفعة عين وإما منفعة عمل
Artinya: Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas).
Salah seorang pengajar di Madrasah Diniyah Salafiyah Al-Ma’arif Pondok Pesantren Syaichona Moh Cholil Demangan Barat Bangkalan, Zainal Arifin berpendapat, permasalahan dalam konteks penukaran uang ini terletak pada menyamakan uang kertas dengan emas dan perak atau tidak menyamakannya sehingga hal itu menjadi poin ada dan tidaknya hukum riba dalam uang kertas.
Zainal Arifin memperkuat pandangnya dengan merujuk pada pendapat para ulama yang dijelaskan dalam artikel berjudul ‘Pandangan Sejumlah Ulama Terkait Hukum Menukar Uang Baru’
1. Boleh, menurut ulama madzhab Syafii, Hanafi dan pendapat yang dalam madzhab Hanbali dengan syarat dilakukan secara kontan bukan secara utang.
2. Tidak boleh, menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Maliki dan sebagian riwayat dalam madzhab Hanbali.
Ada baiknya, apabila memang harus menggunakan jasa pertukaran uang, diniatkan sebagai akad ijarah. Sehingga, kelebihan uang yang diberikan bukan termasuk riba, melainkan sebagai bentuk upah yang diberikan kepada pemilik jasa pertukaran uang. (**)
Editor: M Samsu Rizal
Discussion about this post