Jauh di relung hatinya si lelaki bucin (budak cinta) berbisik: “Aku sangat mabuk cinta pada wanita Nasrani ini dan tidak sempat hidup berkumpul bersamanya di dunia. Bila aku mati dalam keadaan beragama Islam, maks pasti aku tidak dapat berkumpul bersamanya di akhirat.”
Sangat disayangkan, lelaki muslim itu akhirnya memutuskan murtad keluar dari agama Islam dan menyeberang ke agama Nasrani demi mengejar cintanya. Sampai akhirnya ia pun mati dalam keadaan jauh dari keimanan yang benar. Na’udzubillahi min dzalik. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari kemurtadan seperti itu. Amin.
Di lain tempat diketahui ternyata si wanita Nasrani itu juga jatuh sakit. Ia pun berujar:
“Sungguh lelaki muslim itu benar-benar mencintaiku dan belum sempat hidup berkumpul bersamaku di dunia. Aku khawatir, bila aku mati dengan tetap memeluk agama Nasrani, aku tidak dapat berkumpul dengannya di akhirat.” Subhanallah.
Si wanita Nasrani kemudian memutuskan untuk mengikrarkan syahadat masuk Islam dan di akhir hidupnya mati dengan membawa keimanan yang benar.
Kisah ini memberikan pelajaran bahwa nasib akhir atau end game kita sebagai manusia tidak ada yang tahu. Orang yang kelihatannya terus-menerus bermaksiat dan selalu terjebak dalam lubang kemaksiatan, bahkan hidup sepanjang usia tanpa keimanan, bisa jadi akhirnya mendapatkan anugerah husnul khatimah atau happy ending dalam hidupnya.
Demikian sebaliknya, orang yang kelihatannya terus-menerus dalam kesalehan dan terlihat sangat khusyuk dari luarnya, bahkan sepanjang hidup sangat akrab dengan kegiatan agama Islam, bisa jadi akhirnya bernasib soal di akhir hidupnya. Na’udzubillahi min dzalik.
Sebagai catatan, kisah ini disampaikan oleh Syekh Muhammad bin Abdillah Al-Jurdani (wafat 1331 H/1931 M), pakar fiqih asal Mesir bermazhab Syafi’i, dalam kitabnya Al-Jawahirul Lu’lu’iyah, penjelasan atas Kitab Al-Arba’inan Nawawiyah karya Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi (wafat 676 H), halaman 85.
Karenanya, kita sebagai orang yang beriman tidak bisa membangga-banggakan amal saleh dan keimanan kita. Karena kita tidak tahu akhir hidup kita bagaimana. Demikian pula sebaliknya kita tidak bisa menganggap remeh terhadap siapapun, meskipun terhadap orang yang sedang terjebak dalam kemaksiatan dan hidup jauh dari keimanan. Karena siapa tahu, di akhir hidupnya ia mendapatkan keuntungan husnul khatimah.
Demikianlah lika-liku dan takdir Allah atas para hambanya, seiring riwayat hadits tentang perjalanan atau fase-fase kehidupan manusia yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata:
حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الـْمَصْدُوْقُ: إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمَاً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الـْمَلَكُ فَيَنفُخُ فِيْهِ الرٌّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَالله الَّذِيْ لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)
Artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bercerita kepada kami, dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: “Sungguh salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaan atau wujudnya di dalam perut ibunya selama 40 hari berupa mani, kemudian menjadi gumpalan darah selama 40 hari juga, kemudian menjadi gumpalan daging selama 40 hari juga.
Kemudian diutus satu malaikat, lalu ia meniupkan ruh kepadanya, dan malaikat itu diperintah untuk menuliskan 4 kalimat (perkara): (1) tentang rezekinya, (2) amalannya, (3) ajal atau kematiannya, dan (4) apakah ia termasuk orang yang sengsara atau bahagia.
Demi Allah, Zat yang tidak ada Tuhan yang hak selain Dia, sungguh salah seorang dari kalian benar-benar melakukan amalan penduduk surga, sehingga jarak antara ia dengan surga tinggal sehasta. Namun ia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga ia melakukan perbuatan penduduk neraka, lalu ia pun masuk ke dalamnya.
Sungguh salah seorang dari kalian melakukan amalan penduduk neraka, hingga jarak antara ia dengan neraka tinggal satu hasta. Namun ia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia melakukan amalan penduduk surga, lalu ia masuk ke dalamnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Kesadaran atas takdir Tuhan yang berlaku kepada para hamba-Nya inilah yang akan membuat setiap muslim lebih berhati-hati, menjaga diri, dan menjaga amal saleh dan keimanannya agar tetap murni ikhlas lillahi ta’ala. Amal saleh dan keimanan bukan untuk dibangga-banggakan, bukan untuk dipamer-pamerkan di antara sesama, tetapi untuk disyukuri, dijaga, dan terus di tingkatkan, seiring kemuliaan bulan Ramadhan. Wallahu a’lam. (*)
Sumber: nu.or.id
Discussion about this post