Dalam konteks demokrasi, hak angket, yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, berperan sebagai alat penting dalam pengawasan dan pemantauan pemerintahan, dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kualitas layanan publik. Meski demikian, penggunaan hak ini dihadapkan pada tantangan dan risiko signifikan, termasuk risiko menjadi alat politik dan kegaduhan politik, serta potensi keterlambatan dalam proses legislatif.
Pada sisi positif, hak angket memungkinkan DPR untuk memantau kinerja pemerintah secara langsung dan efektif. Ini mencakup pengawasan terhadap penggunaan sumber daya, kebijakan publik, dan pelaksanaan program pemerintah. Dengan memiliki akses langsung ke informasi, DPR dapat membuat keputusan berbasis data yang akurat dan terinformasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah.
Namun, penggunaan hak angket juga memiliki potensi untuk menjadi alat politik atau untuk menciptakan kegaduhan politik. Hal ini dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah dan mengganggu stabilitas politik.
Selain itu, penggunaan hak angket juga dapat menimbulkan keterlambatan dalam proses legislatif, karena memerlukan waktu untuk mengumpulkan bukti dan informasi yang diperlukan. Ini dapat menghambat jalannya pemerintahan dan mengurangi efektivitas DPR dalam menjalankan tugasnya.
Tantangan dalam Penggunaan Hak Angket kecurangan pemilu 2024, terkait keberhasilan penggunaan hak interpelasi dan angket di sisa masa jabatan DPR dan pemerintahan yang akan berakhir pada Oktober 2024 mendatang mungkin akan melibatkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan dengan cermat.
Pertama, DPR perlu memastikan bahwa penggunaan hak angket dilakukan secara proporsional dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu. Penggunaan hak ini harus didasarkan pada bukti-bukti yang kuat dan kepentingan publik yang jelas, bukan sekadar alat untuk menciptakan kegaduhan politik.
Kedua, DPR perlu memastikan bahwa panitia angket yang dibentuk memiliki komposisi yang representatif dari seluruh fraksi di DPR. Hal ini penting agar proses penyelidikan yang dilakukan dapat berjalan secara adil dan transparan, serta mencerminkan pluralitas pandangan di tingkat legislatif.
Ketiga, DPR dan pemerintah perlu menjalin kerja sama yang baik dalam menjawab permintaan keterangan dan menjalani proses angket. Kerja sama yang baik antara kedua lembaga ini akan mempercepat proses penyelidikan dan memastikan bahwa informasi yang diperlukan dapat diperoleh dengan tepat waktu.
Keempat, hasil dari penggunaan hak angket perlu dijadikan dasar untuk menyusun rekomendasi dan langkah-langkah perbaikan yang konkret. Penting bagi DPR untuk memastikan bahwa hasil angket tidak hanya berakhir pada level investigasi semata, tetapi juga menghasilkan dampak nyata dalam meningkatkan akuntabilitas dan kinerja pemerintah.
Ada beberapa poin yang perlu dijelaskan pentingnya penggunaan hak angket dan juga hak interpelasi berdasarkan prinsip-prinsip yang benar dan tujuan yang jelas.
1. Bukti-bukti yang kuat: Penggunaan hak angket harus didasarkan pada bukti-bukti yang kuat atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti bahwa DPR harus memiliki dasar yang kuat untuk menginisiasi penyelidikan, seperti adanya bukti-bukti kecurangan, ketidakpatuhan terhadap hukum, atau kelalaian yang signifikan dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah. Tanpa bukti yang kuat, penggunaan hak angket dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab dan berpotensi mencemarkan nama baik pihak yang diselidiki.
2. Kepentingan publik yang jelas: Penggunaan hak angket haruslah untuk kepentingan publik yang jelas dan nyata. Ini berarti bahwa penyelidikan yang dilakukan haruslah relevan dengan masalah-masalah yang mempengaruhi masyarakat secara langsung, seperti masalah korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, atau kebijakan publik yang kontroversial. Penggunaan hak angket yang bertujuan untuk kepentingan politik sempit atau pencitraan semata dapat merusak legitimasi lembaga legislatif dan melemahkan kepercayaan publik terhadap proses demokratis.
3. Bukan alat untuk menciptakan kegaduhan politik: Hak angket tidak boleh disalahgunakan sebagai alat untuk menciptakan kegaduhan politik atau untuk kepentingan politik tertentu. Penyelidikan yang dilakukan haruslah dilakukan secara objektif dan netral, tanpa adanya motif politik yang tersembunyi. Penggunaan hak angket yang tidak bertanggung jawab dapat merusak stabilitas politik dan mengganggu jalannya pemerintahan.
Dengan memastikan bahwa penggunaan hak angket didasarkan pada bukti-bukti yang kuat, kepentingan publik yang jelas, dan bukan sebagai alat untuk menciptakan kegaduhan politik, maka penggunaan hak tersebut dapat berkontribusi secara positif dalam pengawasan terhadap pemerintahan dan meningkatkan akuntabilitas dalam menjalankan urusan negara.
Sebagai lanjutan dari pemahaman tentang pentingnya penggunaan hak angket dengan cara yang etis dan bertujuan untuk kepentingan publik, berikut adalah beberapa pro dan kontra dari penggunaan hak angket dalam konteks legislatif:
Pro
• Pemantauan dan Pengawasan: Hak angket memungkinkan DPR untuk memantau dan mengawasi kinerja pemerintah secara lebih efektif. Ini dapat membantu dalam mengidentifikasi kebijakan atau program yang tidak efektif atau bahkan korup.
• Transparansi: Penggunaan hak angket dapat meningkatkan transparansi dalam pemerintahan. Dengan meminta informasi secara langsung dari pemerintah, DPR dapat memastikan bahwa informasi yang diperoleh adalah akurat dan up-to-date.
• Pengawasan Kinerja: Hak angket memungkinkan DPR untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dan departemen tertentu. Ini dapat membantu dalam menentukan prioritas pembangunan dan peningkatan kualitas layanan publik.
• Pengembangan Kebijakan: Hasil dari penggunaan hak angket dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan kebijakan yang lebih baik dan lebih efektif. Ini dapat membantu dalam menciptakan solusi yang lebih inovatif dan inklusif.
• Peningkatan Akuntabilitas: Dengan meminta bukti dan informasi secara langsung, DPR dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Ini dapat membantu dalam membangun kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah.
Dengan demikian, penggunaan hak angket tidak hanya memungkinkan DPR untuk memantau dan mengawasi kinerja pemerintah secara lebih efektif, tetapi juga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Sebagai contoh, pengajuan hak angket oleh anggota dewan terhadap DPT Pemilu Legislatif 2009 menunjukkan bagaimana hak angket dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menangani masalah yang berdampak langsung terhadap hak konstitusional warga negara.
Hal ini menunjukkan potensi hak angket sebagai alat yang kuat dalam mempertahankan demokrasi terkait dengan rendahnya partisipasi warga, dengan 38-42% dari 172 juta pemilih tidak menggunakan hak pilihnya, dan dugaan manipulasi DPT yang menjadi sorotan, didukung oleh temuan Jaringan Pendidikan Pemilih yang mencatat pelanggaran DPT sebanyak 40%.
Pengajuan hak angket ini menandai langkah penting dalam upaya untuk memastikan keberlanjutan demokrasi di Indonesia. Dengan menggunakan hak angket, DPR berusaha untuk menyelidiki klaim manipulasi DPT dan mencari bukti konkret yang dapat mendukung kekhawatiran tersebut. Ini merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa proses pemilihan yang adil dan transparan dapat berlangsung, sehingga memastikan bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih pemimpin mereka dapat dipenuhi.
Kontra
• Penggunaan Sebagai Alat Politik: Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa hak angket bisa disalahgunakan sebagai alat politik, bukan sebagai alat untuk pengawasan dan pemantauan. Ini dapat mengurangi efektivitas hak angket sebagai alat pengawasan.
• Keterlambatan dalam Proses: Penggunaan hak angket bisa menyebabkan keterlambatan dalam proses legislatif, karena memerlukan waktu untuk mengumpulkan bukti dan informasi yang diperlukan. Ini dapat menghambat jalannya pemerintahan dan mengurangi efektivitas DPR dalam menjalankan tugasnya.
• Pembatasan Kebebasan Berpendapat: Dalam beberapa kasus, penggunaan hak angket dapat dianggap sebagai pembatasan terhadap kebebasan berpendapat, terutama jika digunakan untuk menyelidiki individu atau kelompok tertentu tanpa bukti yang kuat.
• Penggunaan Sebagai Alat Retorsi: Hak angket juga bisa disalahgunakan sebagai alat retorsi, di mana DPR menggunakannya untuk mengejar kepentingan politik tertentu atau untuk menciptakan kegaduhan politik.
• Penggunaan Sebagai Alat untuk Mengganggu Pemerintahan: Dalam beberapa kasus, penggunaan hak angket dapat dianggap sebagai upaya untuk mengganggu jalannya pemerintahan, terutama jika digunakan untuk menyelidiki isu-isu sensitif atau politis.
Sementara itu, kontra terhadap penggunaan hak angket juga perlu diperhatikan, terutama terkait dengan potensi penyalahgunaan dan dampaknya terhadap stabilitas politik. Contohnya adalah kasus Buloggate dan Bruneigate yang digunakan sebagai alat politik untuk menggulingkan Gus Dur, yang akhirnya lengser pada 23 Juli 2001 meskipun akhirnya beliau tidak terbukti melakukan korupsi.
Ini menunjukkan betapa pentingnya untuk menggunakan hak angket dengan cara yang etis dan bertujuan untuk kepentingan publik. DPR harus memastikan bahwa penggunaan hak ini didasarkan pada bukti yang kuat dan relevan dengan kepentingan publik. Selain itu, DPR juga harus memastikan bahwa proses penyelidikan yang dilakukan adalah objektif dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik.
Penting untuk menemukan keseimbangan antara penggunaan hak angket sebagai alat pengawasan dan pemantauan dengan memastikan bahwa hak ini digunakan dengan cara yang etis dan bertujuan untuk kepentingan publik. Ini memerlukan kerjasama yang baik antara DPR dan pemerintah, serta penegakan hukum yang adil dan tidak diskriminatif terhadap penggunaan hak ini.
Dengan mempertimbangkan tantangan dan risiko yang terkait dengan penggunaan hak angket, serta memastikan bahwa penggunaan hak ini dilakukan dengan cara yang etis dan bertujuan untuk kepentingan publik, DPR dapat memainkan peran penting dalam memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kualitas layanan publik dalam pemerintahan. (**).
Penulis: Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP
Tenaga Ahli Gubernur Bidang Tata Kelola Pemerintahan
Discussion about this post