RISALAH17.ID, JAKARTA – Direktorat Jenderal Bea Cukai (DCBC) melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPUBC TMP) C Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang bersama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berhasil melakukan penindakan serta menggagalkan upaya ekspor obat tradisional ilegal yang mengandung bahan kimia.
Dalam upaya tersebut berhasil diamankan obat-obatan tradisional ilegal sebanyak 430 karton atau 4.865 ton yang ditujukan ke negara Uzbekistan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan bahwa pihaknya berhasil melakukan penindakan terhadap pengiriman paket diduga berisi barang ilegal yang sebelumnya oleh tim terlebih dahulu mendapatkan informasi dari petugas BPOM bahwa ada paket yang masuk pengiriman melalui jalur transportasi udara.
“Setelah menerima informasi itu, selanjutnya petugas melakukan penelitian. Dan Alhamdulilah, sebelum barang itu diberangkatkan ke dalam pesawat dapat segera dicegah,” kata Askolani dalam konferensi pers Joint Operation BPOM-DJBC di kawasan Bandara Soetta pada Rabu (9/8/2023).
Askolani menjelaskan, dari temuan upaya penyeludupan terhadap 430 karton obat tradisional (OT) yang mengandung bahan kimia obat (BKO) tersebut diketahui tidak memiliki izin edar (TIE), dan perkiraan nilai barangnya itu kurang lebih sebesar Rp4 miliar.
“Masing-masing jumlahnya itu mencapai 430 karton dengan nilai dari barang cegahan ini mencapai Rp4,1 miliar yang tadi rencananya akan diekspor,” ujarnya.
Ia mengatakan, atas hasil temuannya itu, tim penyidik Bea Cukai mengamankan satu orang tersangka yang berperan sebagai pengirim dari barang bukti tersebut.
“Dan ada empat jenis komoditi obat ilegal diantaranya seperti Montalin, Tawon Liar, Gingseng Kianpi Pil dan Samyunwan hasil produksi dalam negeri,” tuturnya.
Hasil pencegahan itu, kemudian Bea Cukai telah berkoordinasi dengan BPOM untuk menindaklanjuti sesuai dengan proses hukum yang berlaku dan setelah itu barang bukti obat tanpa izin edar tersebut diserahkan dan kini sudah diamankan di BPOM RI.
Kemudian, ia menambahkan, pihaknya akan terus aktif dalam mengidentifikasi adanya peredaran barang ilegal dan diimbau masyarakat untuk dapat melaporkan kepada Kantor Bea Cukai apabila menemukan adanya indikasi peredaran barang ilegal dan berbahaya di sekitarnya.
“Kami akan secara konsisten untuk mengawasi pemasukan impor obat-obatan ilegal melalui importasi barang kiriman, barang penumpang demi melindungi masyarakat,” ungkapnya.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Penny K Lukito mengungkapkan obat ilegal tersebut diketahui dari CV Panca Andri Perkasa yang beralamat di Neglasari, Kota Tangerang, Banten.
Produk obat tradisional mengandung bahan kimia obat dengan berat keseluruhan sebanyak empat ton lebih dengan rincian 200 Karton, 100 Pcs, Tawon Liar sebanyak 50 Karton, 200 Pcs, Gingseng Kianpi Pil sebanyak 30 Karton, 48 Pcs, dan Samyunwan sebanyak 150 Karton, 30 Pcs.
Produk ini diklaim sebagai nutrition suplement dengan tujuan ekspor Uzbekistan dan akan digunakan sebagai pereda nyeri, pegal linu, dan penggemuk badan. Pelaku diketahui telah berulang kali melakukan pengiriman ke luar negeri dengan modus menggunakan nomor izin edar dan HS code fiktif produk yang terdaftar,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, dalam menindaklanjuti temuan tersebut, pada 2 Agustus 2023, BPOM melakukan operasi penindakan sebagai pengembangan kasus ke sarana lainnya yaitu ruko JNE, ruko samping ekspedisi di Depok, dan JNT Serpong.
Pada penindakan tersebut ditemukan produk Montalin (1.140.000 kapsul), Ginseng Kianpi Hijau (884.280 kapsul), Ginseng Kianpi Gold (196.440 kapsul), Samyunwan (432.000 kapsul), dan Tawon Liar (872.000 kapsul) sehingga total keseluruhan barang bukti sebanyak 3.524.810 kapsul dengan nilai ekonomi Rp14,1 miliar.
Atas temuan kasus tersebut, pihaknya menyangkakan tersangka berdasarkan Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pelaku pelanggaran ini terancam pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan terhadap kegiatan memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha atau nomor izin edar, terancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.5 miliar. (InfoPublik)
Discussion about this post